Posted by DKT Peluang Usaha on Saturday, August 23, 2014
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Potensi E-commerce tanah air baru
tergali satu persen. Meski tidak ada data, pengamat menyakini satu
persen itu mencerminkan cerahnya masa depan e-commerce tanah air.
Ketua
Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia, Daniel Tumiwa mengungkap bagi dunia
e-commerce satu persen itu merupakan angka yang bagus. Artinya begini,
ada orang yang berbelanja di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di
Jakarta, dan pusat grosir.
"Kedua konsumen itu kan punya karakter yang berbeda," ucap dia di Jakarta, Selasa (11/2).
Apa
yang berbeda, lanjut dia, pada opsi pertama, konsumen akan selalu
melihat-lihat untuk waktu yang lama, baru terjadi transaksi. Berbeda
dengan opsi kedua, akan lebih banyak transaksi. "Nah, opsi pertama
itulah, karakter pembeli online," kata dia.
Menurut Daniel, itu
menandakan konsumen memiliki banyak pertimbangan seperti misal keamanan
transaksi, bagus atau tidak barang yang diinginkan lalu seberapa unik
atau ekslusif barang tersebut. "Jadi, harus browsing dulu, baru
memutuskan transaksi," kata dia.
Sejumlah pengamat industri
mencatat potensi e-commerce di Indonesia mencapai 10-12 miliar atau
sekitar 120 triliun rupiah. Ini diperkirakan karena meningkatnya
penggunaan smartphone serta pertumbuhan pengguna internet di Indonesia.
Data terakhir menyebut, jumlah penduduk Indonesia yang terkoneksi
internet mencapai 55 juta orang.
Bhineka, pelaku lawan industri
e-commerce menyatakan sejauh ini perkembangan e-commerce cukup besar.
Memang, masih ada mindset dari konsumen yang masih memilih membeli
barang atau apapun secara offline bukan online. "Perkembangannya memang
besar, tapi dari sisi prosentase kecil, hanya satu persen," kata
Direktur Utama Bhinneka.com, Hendrik Tio.
Tio mengatakan sejak
tahun 1999 ketika memulai bisnis online, jumlah konsumen yang mengakses
laman Bhinneka sangat besar, tapi tidak dibarengi dengan nilai
transaksinya. Diakuinya itu terjadi karena masyarakat saat itu baru
melihat e-commerce hanya sebatas referensi harga belum pada penjualan
barang.
Tapi, kata dia, melihat dari perkembangan terbaru,
posisinya sudah 70 persen transaksi dilakukan secara online, sisanya
offline. "Saya kira tinggal konsumen saja. mengapa begitu, karena pada
dasarnya infrastruktur sudah siap, pembayaran secara online sudah bisa.
Sudah mudah," ucapnya.
Soal itu, Hendri menyatakan sosialisasi
e-commerce sudah berjalan. Efeknya sudah terasa. Persoalannya tinggal
bagaimana pelaku industri bisa mengoptimalkan konsumen ini. "Masa kapok
membeli barang via online sudah lewat. Kini perkembangannya sudah lebih
jauh dari itu, misalnya saja, engine chat sudah menyediakan layanan
pembayaran secara online," ucapnya.
Lalu, kata dia, layanan pun
tidak lagi melulu pada komputer rumah atau jinjing, tetapi juga
smartphone. Artinya, layanan e-commerce juga perlu disesuaikan. Misalnya
saja, cara melayani smartphone berlaya 4 inch atau 5 inch jelas
berbida. "Kebutuhan, keinginan, dengan menempati posisi, karakter dan
demografi jelas berbeda. Ini tantangan kita ke depan," kata dia.
Sumber : http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/ritel/14/02/12/n0vk6w-ecommerce-baru-tergali-satu-persen